Anda inginkan iklan? Sila klik disini :0)

Monday, April 11, 2011

Akhir Hayat Rasulullah SAW


Terlalu tinggi kemuliaan dan darjat Rasullullah SAW...

Utk Renungan Bersama
Mungkin kita terlupa dgn artikel ini.  Detik-detik Rasulullah SAW
Menghadapi Sakaratul Maut.  Ada sebuah kisah tentang cinta yang
sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.

Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun
enggan  mengepakkan  sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas
memberikan  kutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah
dan cinta  kasih-Nya. 
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua  perkara  pada
kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku,
bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk
syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan
mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap  sahabatnya satu
persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar adanya naik  turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya
sudah  tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua
sahabat  kala  itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan
tugasnya di  dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal
dengan  cergas  menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah
ketika turun dari  mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat
yang hadir di sana pasti  akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian  tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup.
Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring 
lemah dengan keningnya yang berkeringat dan  membasahi pelepah kurma
yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya  masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang  demam," kata Fatimah
yang membalikkan  badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang  ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai  anakku?"
"Tak tahulah  ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur  Fatimah lembut.  Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malakul maut," kata  Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril  tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang
sebelumnya  sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan  penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di
hadapan Allah?" Tanya  Rasululllah dengan suara yang amat lemah. 
"Pintu-pintu langit telah  terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar  menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu
ternyata tidak membuatkan  Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan. 
"Engkau tidak senang  mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"  "Jangan khawatir,
wahai Rasul Allah, aku pernah  mendengar Allah berfirman kepadaku : 'Ku
haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat  Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang.  "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau
melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih
Allah  direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah  memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya
Allah, dahsyat  nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada  umatku.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan  dadanya sudah tidak bergerak
lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku",
peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di
luar  pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan.

Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke  bibir Rasulullah yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii,
ummatiii?" -  "Umatku, umatku, umatku". Dan berakhirlah hidup manusia
mulia yang memberi  sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai
sepertinya? Allahumma sholli  'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. 

Betapa cintanya Rasulullah  kepada  kita

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...